“Seni Perang yang Sesungguhnya Adalah Seni Menghentikan Perang” – Perdamaian Adalah Bentuk Tertinggi dari Kehebatan Bela Diri – “The True Art of War is The Art That Stops War” – Peace is the Highest Form of Martial Prowess

Home » Artikel » “Seni Perang yang Sesungguhnya Adalah Seni Menghentikan Perang” – Perdamaian Adalah Bentuk Tertinggi dari Kehebatan Bela Diri – “The True Art of War is The Art That Stops War” – Peace is the Highest Form of Martial Prowess

Dilihat

Dilihat : 37 Kali

Pengunjung

  • 1
  • 16
  • 271
  • 82,519
Pic 4 Seni Perang 13 Okt

Oleh: Xie Zheng Ming 谢峥明

 

Aksara Tionghoa seringkali mengandung makna filosofis dan kebijaksanaan yang mendalam. Aksara “武” (wu) terdiri dari “止” (zhi, berhenti) dan “戈” (ge, tombak), yang melambangkan tingkat tertinggi kebajikan bela diri – menghentikan perang tanpa menggunakan kekerasan, menyelesaikan konflik, dan mencapai perdamaian. Inilah pesan yang disampaikan oleh idiom “止戈为武” (zhi ge wei wu).

Chinese characters often carry profound philosophical meaning and wisdom. The character “” (wu) is composed of “” (zhi, to stop) and “” (ge, a spear), symbolizing the highest level of martial virtue – stopping war without resorting to force, resolving conflict and achieving peace. This is the very message conveyed by the idiom “止戈为武” (zhi ge wei wu).

Frasa “止戈为武” pertama kali muncul dalam “Zuo Zhuan” (Kronik Zuo), khususnya pada bagian tentang tahun kedua belas Adipati Xuan. Makna aslinya adalah bahwa penghentian penggunaan senjata adalah esensi sejati dari seni bela diri. Seiring waktu, orang-orang mengaitkan makna yang lebih dalam dengannya, menafsirkannya sebagai mengakhiri perang dengan cara yang benar dan mengejar perdamaian. Ini bukan sekadar penolakan terhadap kekerasan, tetapi penegasan kebijaksanaan dan pemikiran.

The phrase “止戈为武” first appeared in the “Zuo Zhuan” (Chronicles of Zuo), specifically in the section about the twelfth year of Duke Xuan. Its original meaning was that ceasing the use of weapons is the true essence of martial arts. Over time, people attributed a deeper meaning to it, interpreting it as ending war through righteous means and pursuing peace. This is not just a rejection of force but an affirmation of wisdom and thought.

“化干戈为玉帛” (hua gan ge wei yu bo), yang berarti menggantikan perang dan konflik dengan kebijaksanaan, niat baik, dan pengertian, merupakan konsep yang sangat dihormati dan dijunjung tinggi dalam budaya Tiongkok kuno. Raja Zhuang dari Chu pernah menganggap menahan diri dari penggunaan kekerasan sebagai suatu kebajikan. Ia tidak menekankan penindasan dan penjarahan setelah kemenangan, tetapi menganjurkan upaya mencapai keharmonisan dan kemakmuran bersama setelah kemenangan. Hanya dengan cara inilah esensi sejati dari kebajikan bela diri dapat diwujudkan.

化干戈为玉帛” (hua gan ge wei yu bo), meaning to replace war and conflict with wisdom, goodwill, and understanding, was a highly respected and cherished concept in ancient Chinese culture. King Zhuang of Chu once considered refraining from using force as a virtue. He did not emphasize oppression and plunder after victory, but advocated seeking harmony and mutual prosperity after winning. Only in this way can the true essence of martial virtue be realized.

“止戈为武” merupakan puncak dari filosofi “克敌为武” (ke di wei wu) dalam budaya tradisional Tiongkok. Filosofi ini tidak hanya menekankan mengalahkan musuh dengan kekuatan, tetapi juga mengupayakan rekonsiliasi, pemahaman, dan kerja sama setelah kemenangan. Di dunia saat ini, perdamaian dan keamanan menjadi isu global, sehingga filosofi “止戈为武” menjadi sangat berharga.

止戈为武” represents a pinnacle of the “克敌为武” (ke di wei wu) thought in Chinese traditional culture. It emphasizes not just defeating the enemy with force, but also seeking reconciliation, understanding, and cooperation after victory. In today’s world, peace and security are global concerns, making the “止戈为武” philosophy particularly valuable.

Dalam masyarakat yang serba cepat saat ini, “止戈为武” patut kita renungkan secara mendalam. Antarbangsa, antarkelompok etnis, dan antarindividu, kita hendaknya menggunakan kebijaksanaan, akal sehat, dan niat baik untuk menyelesaikan perbedaan dan konflik, alih-alih menggunakan kekerasan dan konfrontasi. Perdamaian dan inklusivitas harus menjadi tujuan kita, sementara kekerasan hanya boleh digunakan sebagai tindakan perlindungan, bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah.

In today’s fast-paced society, “止戈为武” deserves our deep reflection. Between nations, between ethnic groups, and between individuals, we should use wisdom, reason, and goodwill to resolve differences and conflicts instead of resorting to violence and confrontation. Peace and inclusion should be our goals, while force should only be used as a protective measure, not the sole means to resolve issues.

“止戈为武” bukan sekadar ungkapan, melainkan filosofi hidup dan kode etik. Hanya dengan menempuh jalan damai, alih-alih perang, kita dapat benar-benar mewujudkan “止戈为武”, menyebarkan perdamaian dan pengertian kepada lebih banyak orang, serta bekerja sama membangun masyarakat yang harmonis dan stabil. Marilah kita rangkul keyakinan “止戈为武” dan berjuang untuk dunia yang damai, kooperatif, dan saling menguntungkan.

止戈为武” is not just an idiom but a philosophy of life and a code of conduct. Only by embracing the path of peace instead of war can we truly embody “止戈为武“, spreading peace and understanding to a wider range of people and working together to build a harmonious and stable society. Let us embrace the belief of “止戈为武” and strive for a world of peace, cooperation, and mutual benefit.

“Kudengar setelah mengalahkan musuh, seseorang harus menunjukkan prestasinya kepada keturunannya, agar mereka tidak melupakan jasa militernya. Raja Chu berkata, “Bukan itu yang kau pahami. Seni perang yang sesungguhnya adalah seni menghentikan perang.”

“I heard that after defeating an enemy, one must show his achievements to his descendants, lest they forget his military merits. The King of Chu said, ‘That’s not what you understand. The true art of war is the art of stopping war.”

(Zuǒ chuán左传•xuān gōng shí’èr nián宣公十二年•)

 

“止戈为武”:和平是最高武德

 

中国的汉字往往蕴含着深刻的哲理和智慧,而“武”字由“止”和“戈”组成,寓意着不用武力而能将战争停止,化解敌对关系,实现和平,才是武的最高境界。这也正是“止戈为武”这句成语所传达的思想。

“止戈为武”一词最早出自《左传·宣公十二年》,原意为止息兵戈才是真正的武功。后人在此基础上赋予其更为深刻的内涵,将其解读为通过正义的手段结束战争,追求和平。这不仅是对武力的否定,更是对智慧与思想的肯定。

“化干戈为玉帛”,即以智慧、善意和谅解来取代战争与冲突。这种思想在古代文化中得到了极大的尊重和推崇。楚庄王曾以停止使用武力为美德,他并非强调取胜后的压迫与掠夺,而是主张在胜利之后择善固长,追求和平与共荣。只有如此,才能真正体现出武德的精髓。

“止戈为武”代表了中国传统文化中“克敌为武”思想的一个高峰。不仅仅是指通过武力消灭敌对势力,更是在胜利的基础上寻求和解、谅解与合作的途径。当今世界,和平与安全成为了全球性的话题,而“止戈为武”的理念在当今背景下显得尤为珍贵。

在今天快节奏的社会中,“止戈为武”更值得我们深思。在国与国之间,民族与民族之间,个体与个体之间,我们更应该用智慧、理性和善意去解决分歧与纷争,而不是采取暴力和对抗。和平与包容应该是我们奋斗的目标,而武力仅能作为一种保护的手段,不应成为解决问题的唯一途径。

“止戈为武”不仅仅是一个成语,更是一种处世哲学,一种处事准则。只有我们明白了以和平之道取代战争之举,我们才能切实践行“止戈为武”,将和平与理解传递给更广泛的人群,共同建设一个和谐稳定的社会。愿我们心怀“止戈为武”的信念,努力实现和平、合作与共赢的世界。

“臣闻克敌,必示子孙,以无忘武功。楚子曰:‘非尔所知也。夫文,止戈为武。’

(左传·宣公十二年)

 

Daftar Pustaka:

https://www.gushiwen.cn/guwen/bookv_98c9378e606a.aspx. Diakses 9 September 2025.

https://news.owlting.com/articles/173440. Diakses 9 September 2025.

 

 

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?