Terjadinya Pengaburan Sejarah Itu Nyata!

Home » Artikel » Terjadinya Pengaburan Sejarah Itu Nyata!

Dilihat

Dilihat : 64 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 89
  • 63
  • 23,130
Terjadinya Pengaburan Sejarah Picture1

Oleh: Majaputera Karniawan 谢偉强

Kalau sudah bersahabat dengan orang-orang baik di dunia ini namun masih merasa kurang cukup, maju lebih jauh dengan memahami orang-orang jaman dahulu. Ia melagukan sanjak-sanjaknya dan membaca kitab-kitabnya. Bila masih belum juga mengenal pribadinya,ia membaca sejarahnya. Demikian ia melakukan persahabatan’ (Bingcu 孟子 V B: 8)

Foto: Penjebolan Tembok Keraton Kartasura (Labib Zamani dalam Dewi, 2022)

Penjebolan tembok Keraton Kartasura (Berdiri sekitar 1680) di Kp. Krapyak Kulon, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah kini menjadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya tembok tersebut adalah bagian dari sejarah masyarakat Kartasura pada umumnya, kini harus runtuh karena pemilik lahan ingin menggunakan sebagai akses jalan keluar masuk kendaraan material (Dewi, 2022).

Tidak heran banyak masyarakat yang peduli geram sehingga menuai pro dan kontra. Banyak yang tidak terima sejarah peradaban yang berdiri berabad-abad harus hancur diterjang kerasnya garukan bulldozer. Padahal seharusnya benda cagar budaya dilindungi dan dipelihara agar bisa memberi warna sejarah peradaban suatu bangsa dari generasi ke generasi.

Pada 17 Agustus 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan pidato fenomenalnya ‘Djangan Sekali-Kali Meninggalkan Sedjarah’. Nampaknya kini banyak orang-orang yang mulai lupa akan akarnya, minum air lupa sumbernya. Sehingga tidak heran ketika ditanya bagaimana ia bisa sampai pada saat ini dia hanya melihat ‘karena saya, kegigihan saya’, dan melupakan siapa yang telah berjuang jauh sebelum ia.

Sadar tidak sadar, kita yang abai terlibat dalam proses pengaburan sejarah, bersama dengan kaburnya sejarah, kita tidak lagi bisa mengenal siapa leluhur kita jaman dahulu, beserta apa jasa mereka, kelebihan, serta kekurangan mereka. Ketika kita lupa akan sejarah dan jati diri budaya, maka kita siap untuk menerima penjajahan baru.

Pada tahun 2004, seorang penulis berkebangsaan Swedia bernama Juri Lina menulis sebuah buku berjudul “Architects of Deception- the Concealed History of Freemasonry”, dalam bukunya ia menyatakan bahwa untuk melemahkan atau menjajah suatu negeri bisa dilakukan dengan tiga cara (Dalam Radiany, 2017):

  1. Kaburkan sejarahnya
  2. Hancurkan bukti-bukti sejarahnya agar tak bisa dibuktikan kebenarannya
  3. Putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya, katakan bahwa leluhurnya itu bodoh dan primitif.

Maka tidak heran, ketika sejarah mulai kabur, maka kestabilan negeri ini bisa terganggu. Permasalahan degradasi sejarah juga dialami oleh masyarakat Tionghoa sendiri. Kepedulian masyarakat Tionghoa terhadap objek arkeologi sejarah bisa dibilang rendah, hanya segelintir saja yang masih perduli dan mau merawat. Sejarah mencatat beberapa kasus hilang dan rusaknya berbagai peninggalan sejarah peradaban Tionghoa peranakan di Indonesia, khususnya di Tangerang saja ada 3 kasus:

  1. Kuburan salah satu anggota pendiri Tiong Hoa Hwee Koan Tangerang, Kapitein Oey Giok Koen 甲必丹 黄玉昆yang berada di Priuk – Sangiang, Kota Tangerang (Tarikh Bongpay era Bin Kok Goan Lian 民國元年 atau 1912 Masehi), kini telah dibongkar (pada 2008) karena komplek pemakaman Kapitan Oey Giok Koen dijual oleh keturunannya dan kini berubah menjadi perumahan Global Mansion (Sudemi, 2013).
  2. Rumah dua wajah milik Kapitein Oey Djie San Sia甲必丹黄曰山舍 yang berlokasi di Teuku Umar RT.004/RW.005, Kec. Karawaci, Kota Tangerang juga sudah tidak ada. Rumah sejarah berarsitektur Tionghoa dan Indiesche sudah dibongkar sejak akhir tahun 2008, kini lokasinya telah berubah menjadi restoran ayam cepat saji khas amerika (Lukito, 2019).
  3. Nasib terbengkalainya kuburan Kapitein Oey Kiat Tjin甲必丹 黄潔津 (Kapitein Tionghoa terakhir di Kota Tangerang, Tarikh Bongpay tahun Bin Kok ke 25 atau 1936 masehi) kini di ujung tanduk. Lahannya telah menjadi tempat parkir kendaraan dan pembuangan sampah serta sasaran Vandalisme (Karniawan, 2021).

Jika anda membaca quotes pembuka dari Bingcu di atas, anda akan tahu bagaimana sejarah berperan penting dalam menjaga satu hubungan keharmonisan dalam masyarakat. Masyarakat Plural dapat bersatu dan berdampingan karena nenek-moyang pada masa lalu saling rukun dan menunjang. Keharmonisan itu kian terjaga dengan balutan akulturasi budaya yang salah satunya tertuang dalam bentuk peninggalan sejarah. Meskipun benda sejarah tidak berbicara, tetapi ia mewakili keberadaan situasi peradaban masyarakat kala itu, apabila bisa dipetik nilai historis yang cukup.

Ada satu pemeo dikalangan pemerhati kuburan Tionghoa bahwa ‘Bongpay 墓碑(Nisan kuburan) Tidak pernah berbohong’, karena Bongpay selalu menjadi penjelasan silsilah daripada almarhum/almarhumah. Tetapi kini berapa banyak orang Tionghoa yang masih memiliki catatan silsilah nenek moyangnya? Biasanya hanya sampai nenek/kakek saja sudah putus, jarang yang masih memiliki sampai Kongco makco bergenerasi-generasi.

Satu pemeo lainnya ‘Yang tua mewariskan, yang muda melestarikan dan mengembangkan’. Demikian harapan yang perlu diajarkan pada generasi muda mendatang agar semakin peduli pada sejarah dan peninggalan-peninggalan sejarah di sekitar, cepat atau lambat degradasi budaya lewat kaburnya sejarah itu nyata, sebelum itu terjadi, maka sebaiknya kita mulai peduli, minimal ketika ditanya darimana asal dan apa jasa-jasa leluhur anda, kita bisa bicara meski tidak terlalu banyak. Karena itulah identitas jati diri kita, jangan sampai lupa sejarah seperti minum air lupa sumbernya, atau pohon rindang putus akarnya.

 

Daftar Pustaka:

Sudemi, Tan. 2013. Sejarah Peh Cun di Tangerang – Provinsi Banten. http://budayabenteng.blogspot.com/2013/06/. Diakses April 2022.

Lukito, Hendra. 2019. MENGENANG RUMAH ’Dua Wajah’ DI TANGERANG. https://chiilea.com/2019/07/26/mengenang-rumah-dua-wajah-di-tangerang/. Diakses April 2022.

Karniawan, Majaputera. 2021. (Video Dokumenter) MISTERI TERUNGKAP! JEJAK SEJARAH MAKAM KAPITAN TIONGHOA BENTENG TERAKHIR YANG TERBENGKALAI. Setangkai Dupa https://www.youtube.com/watch?v=kUcKuK_VYkM. Diakses April 2022.

Dewi, Retia Kartika. 2022. Duduk Perkara Penjebolan Tembok Benteng Keraton Kartasura.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/24/190000165/duduk-perkara-penjebolan-tembok-benteng-keraton-kartasura?page=all Diakses April 2022.

Radiany, Firdza. 2017. Pengaburan sejarah adalah kejahatan terbesar Belanda terhadap Indonesia. https://kumparan.com/firdza-radiany/pengaburan-sejarah-adalah-kejahatan-terbesar-belanda-terhadap-indonesia/full. Diakses April 2022.

MATAKIN. 2010. Su Si (Kitab Yang Empat). Jakarta. Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN).

Butuh bantuan?