Oleh: Vijjavati Anindita
Pola makan vegetarian adalah pola makan yang erat dikaitkan dengan ajaran Buddha. Meskipun ajaran Buddha tidak pernah menegaskan bahwa umat diwajibkan untuk menghindari konsumsi daging, vegetarianisme tetap dikaitkan erat dengan Buddhisme terutama dari aliran Mahayana. Vegetarianisme menghindari konsumsi daging hewan serta produk hewani (produk pangan yang berbahan dasar hewan) serta memperbanyak konsumsi bahan makanan yang berasal dari produk nabati, yaitu produk pangan yang berbahan dasar tumbuh-tumbuhan. Lantas, sebenarnya apa itu vegetarianisme?
Menurut tipenya, vegetarianisme terbagi menjadi:
- Vegan: vegetarianisme yang menghindari seluruh produk pangan hewani, yaitu daging, susu, telur, dan gelatin.
- Lakto-ovo vegetarian: vegetarianisme yang menghindari produk daging, tetapi masih mengonsumsi telur dan susu.
- Lakto vegetarian: vegetarianisme yang menghindari produk daging dan telur, tetapi masih mengonsumsi susu.
- Ovo vegetarian: vegetarianisme yang menghindari produk daging dan susu, tetapi masih mengonsumsi telur.
- Partial vegetarian: vegetarianisme yang hanya mengonsumsi daging tertentu. Berdasarkan jenis dagingnya, vegetarian jenis ini terbagi menjadi pesco-vegetarian (vegetarian yang masih mengonsumsi daging ikan) dan pollo-vegetarian (vegetarian yang masih mengonsumsi daging unggas).
Sebelum Buddhisme dibabarkan, masyarakat India kala itu lebih dahulu mengenal konsep ahimsa atau tanpa kekerasan. Masyarakat yang memegang konsep ahimsa kemudian mengurangi bahkan menghindari konsumsi daging dengan harapan mencegah banyaknya hewan yang mati disembelih untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging manusia. Selain itu, mayoritas masyarakat India beragama Hindu yang mengeramatkan sapi. Dengan mengeramatkannya, sapi menjadi hewan yang dilarang untuk disakiti dan dibunuh oleh manusia.
Vegetarianisme ketat dipraktikkan oleh penganut Jainisme. Ajaran Jainisme menekankan untuk tidak menyakiti ataupun membahayakan kehidupan makhluk lain sekalipun makhluk itu sekecil semut dan cacing, apalagi manusia. Ajaran tersebut beserta pola makan vegetarian ditujukan agar penganut Jainisme terlepas dari seluruh bentuk emosi dan sensasi. Berbeda dari Jainisme, Buddhisme memiliki pandangan yang lebih fleksibel tentang konsumsi daging, seperti yang dikutip dari Jivaka Sutta
Ada tiga kasus yang mana daging seharusnya tidak dimakan; jika terlihat, terdengar, atau dicurigai [bahwa makhluk hidup itu disembelih untuk dirinya]. Aku katakan bahwa daging seharusnya tidak dimakan dalam ketiga kasus ini.
Aku katakan bahwa ada tiga kasus yang mana daging boleh dimakan; jika tidak terlihat, tidak terdengar, dan tidak dicurigai [bahwa makhluk hidup itu disembelih untuk dirinya]. Aku katakan bahwa daging boleh dimakan dalam ketiga kasus ini.
Dalam sutta tersebut, dijelaskan bahwa meskipun sang Buddha tidak menekankan pola makan vegetarian kepada murid-muridnya, tidak sembarang daging boleh dimakan. Ketika para bhikkhu mendapatkan daging dari persembahan dana makan, para bhikkhu tidak seharusnya melihat, mendengar, atau mengetahui bahwa daging tersebut secara spesifik disembelih untuk dana makan para bhikkhu. Perumah tangga yang mengamalkan Pancasila Buddhis pun tidak diperkenankan untuk membunuh makhluk lain demi makanan meskipun masih diperbolehkan untuk membeli daging dari hewan yang telah mati.
Manfaat vegetarianisme secara spiritual ditujukan agar penganut ajaran tidak hanya mencegah kematian makhluk lain untuk kebutuhannya sendiri, tetapi juga agar mengembangkan cinta kasih dan rasa hormat terhadap segala bentuk kehidupan. Jika memang demikian, perdebatan tentang vegetarianisme tidak semestinya berhenti pada konsumsi daging. Jenis pangan lain yang berasal dari hewan contoh adalah telur, susu, ceker, gajih, dan gelatin. Jika tujuan vegetarianisme adalah mencegah pembunuhan makhluk serta melatih pengembangan cinta kasih, bukankah umat juga semestinya memastikan bahwa produk hewani yang dikonsumsinya tidak berasal dari hewan yang disiksa atau diperlakukan secara kejam?
Di luar manfaat spiritualnya, vegetarianisme pun ada kekurangannya. Pelaku vegetarian berisiko mengalami kekurangan beberapa zat gizi yang hanya didapatkan secara optimal dari konsumsi daging sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, vegetarian perlu memenuhi kekurangan zat gizi tertentu dari konsumsi suplemen. Meskipun secara kandungan gizi produk nabati memiliki kesamaan kandungan gizi dengan produk hewani, penyerapan gizi dari produk nabati lebih kecil daripada produk hewani. Lebih kecilnya penyerapan zat gizi nabati adalah pembentukan ikatan kimia antara zat gizi yang diperlukan manusia dengan zat kimia tanaman. Zat gizi dari produk hewani pun diketahui telah terbentuk dalam struktur yang mudah untuk diserap oleh tubuh manusia. Contoh zat gizi yang penyerapannya lebih kecil dari produk nabati adalah
- Protein: untuk membangun kekebalan tubuh dan perbaikan sel.
- Vitamin B12: untuk membentuk sel darah merah dan menunjang kesehatan saraf.
- Zat besi: untuk membentuk sel darah merah.
- Zink: untuk penyembuhan luka dan perbaikan sel.
- Omega 3: untuk menunjang kesehatan jantung dan saraf.
Diketahui bahwa vegetarianisme sudah dikenal lebih dahulu sebelum pembabaran Buddhisme. Buddhisme tidak menganjurkan praktik vegetarianisme secara ketat, tetapi menekankan bahwa dalam mengonsumsi daging, daging tersebut tidak boleh didapatkan dari perbuatan yang melanggar sila terutama sila menghindari pembunuhan. Praktik vegetarianisme utamanya tidak ditujukan pada manfaat kesehatannya, tetapi lebih menekankan pada pengembangan sifat cinta kasih dan welas asih terhadap semua makhluk melalui upaya mengurangi konsumsi daging yang berpotensi menciptakan kebutuhan produksi daging beserta pangsa pasarnya.
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Referensi
Asia Research Institute National University of Singapore. (2023). Vegetarianism, Meat, and Modernity in India. https://ari.nus.edu.sg/ariscope/vegetarianism-meat-and-modernity-in-india/
Harvard Health Publishing. (2024). Becoming a Vegetarian. https://www.health.harvard.edu/nutrition/becoming-a-vegetarian
Sutta Central. (n.d.). Middle Discourses 55: With Jīvaka. https://suttacentral.net/mn55/en/sujato?lang=en&layout=plain&reference=none¬es=asterisk&highlight=false&script=latin
Nguyen, NT. (2020). Vegetarianism Perspective in Mahāyāna Sutras. International Journal of Science and Research (IJSR), 9(5), 413 – 415