Waktu dan Anicca (Ketidak-Kekalan)

Home » Artikel » Waktu dan Anicca (Ketidak-Kekalan)

Dilihat

Dilihat : 156 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 32
  • 62
  • 38,741

Oleh: Ananda Karuna Jaya, S.T., GA.

‘The Persistence Of Memory’ adalah Salah satu lukisan terkenal dari pelukis surealis ternama asal Spanyol, Salvador Dali. Lukisan ini menjadi ikonik karena jam saku yang mengalami distorsi atau terlihat seperti lelehan material. Jam meleleh yang terdistorsi ini bisa dianalogikan dengan pengalaman yang beragam ketika melewati suatu peristiwa dalam suatu periode waktu. Beberapa sarjana sejarah seni mengaitkannya dengan teori relativitas Albert Einstein salah satunya realtivitas waktu.

Time is Relative, Its only worth depends upon what we do as it is passing.” Albert Einstein.

Dari definisi di atas, dapat kita interpretasikan bahwa waktu yang kita jalani tergantung terhadap apa yang kita lakukan ketika waktu tersebut berlalu. Dengan kata lain, waktu menjadi relatif terhadap bagaimana kita melalui kegiatan yang kita lakukan. Waktu akan terasa lambat ketika kita menunggu, waktu terasa cepat ketika kita terlambat, waktu terasa mematikan ketika kita sedih, waktu terasa pendek ketika kita senang, waktu terasa tanpa ujung ketika kita sakit, waktu terasa panjang ketika kita bosan. Secara tidak langsung definisi waktu ditentukan oleh perasaan (vedanā) seseorang saat melakukan suatu kegiatan.

Dalam definisi pertama waktu berdasarkan KBBI, waktu didefinisikan sebagai seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung. Dapat kita lihat, tidak ada kata tetap atau stabil artinya waktu selalu mengalami perubahan, muncul dan lenyap menjadi ada dan berlalu.

Dalam ilmu fisika, ‘Planck Time’ adalah unit dasar dari sistem unit ‘Planck’ yang memiliki nilai 5.39 x 10-44 s. Planck Time adalah waktu yang dibutuhkan foton untuk menempuh jarak setara dengan Planck Length (1.62 x 10-35 m dan ini menjadi interval waktu tersingkat yang didapat berdasarkan konstanta Planck. Lebih lanjut lagi, S. Grundmann, D. Trabert, K. Fehre dan 11 ilmuwan lainnya mengukur waktu yang dibutuhkan satu partikel cahaya untuk melewati molekul hidrogen dengan waktu 2.47 x 10-19 s yang saat ini merupakan durasi terpendek yang pernah diukur.  Baik secara perhitungan konstanta dan pengukuran, waktu memiliki nilai sangat yang kecil mendekati 0 tetapi tidak 0. Nilai-nilai ini sangat diperhitungkan dalam fisika kuantum sehingga tidaklah tepat jika dikatakan bernilai 0.

Dalam SN 22.15 Yadanicasutta, Sang Buddha bersabda. “Para bhikkhu, bentuk adalah tidak kekal…. Perasaan adalah tidak kekal … Persepsi adalah tidak kekal … Bentukan-bentukan kehendak adalah tidak kekal … Kesadaran adalah tidak kekal….”.  Rūpa atau bentuk atau materi terbentuk dari susunan atom yang berdasarkan paragraf sebelumnya mengalami perubahan terhadap waktu, mengingat waktu tidak bernilai 0 atau tidak dalam kondisi tetap. Selanjutnya dalam Mahaparinibbana Sutta (DN 16) Sang Buddha bersabda. “Tidak kekal adalah segala hal yang berkomponen, muncul dan berhenti, itulah sifat dasar mereka. Hal-Hal yang berkomponen datang menjadi ada dan berlalu. Terbebas darinya adalah kebahagiaan tertinggi.” Sabda ini semakin memperkuat definisi bahwa waktu terus berlalu, mengalami perubahan dan tidak tetap.

 

Kemudian muncul pertanyaan apakah, waktu bisa berjalan mundur atau reverse atau kembali ke masa lalu? Dewasa ini, banyak sekali film yang mengusung tema perjalanan waktu yang tentunya sangat seru untuk disaksikan dan dibahas. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan Hukum Termodinamika II . Jika dalam Hukum Termodinamika I berkaitan dengan properti energi dan konservasi nya sedangkan dalam Hukum Termodinamika II mengarah ke sebuah definsi properti baru yang disebut entropi. Entropi adalah properti abstrak dan sulit diberikan deskripsi fisik tanpa mempertimbangkan keadaan mikroskopis sistem.

 

Secara singkat, entropi dilambangkan dengan S. Hukum Termodinamika II menyatakan bahwa entropi dari alam semesta (dSuniv)  selalu meningkat karena dSuniv bernilai positif untuk semua proses yang spontan. Sebagai Ilustrasi, seekor beruang kutub duduk di atas lapisan es selama 5 menit. Dalam kurun waktu 5 menit, daerah es yang diduduki beruang akan mencair karena perpindahan kalor, ini adalah proses spontan. Setelah 5 menit, beruang tersebut bangun dan pergi dari tempat duduknya tadi. Apakah es tersebut secara spontan dalam 5 menit membeku dan kembali menjadi es seperti sebelum diduduki beruang? Tidak, es yang sudah mencair akan tetap mencair selama tidak ada perubahan suhu ekstrem selama proses berlangsung. Jika memang waktu dapat berjalan mundur, seharusnya es yang mencair tersebut secara spontan dapat memperbaiki keadaannya seperti semula tanpa bantuan entropi lingkungan.

 

Dalam DN2. Samannaphala Sutta, Sang Buddha menjelaskan dengan pikiran terkonsentrasi, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang pubbenivasanussati (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran lampau), satu kelahiran, dua, tiga, empat, lima kelahiran, sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh kelahiran, seratus, seribu, seratus ribu kelahiran, beberapa periode penyusutan, pengembangan, penyusutan dan pengembangan. “Di sana namaku adalah ini, sukuku adalah ini, kastaku adalah ini, makananku adalah ini, aku mengalami kondisi menyenangkan dan menyakitkan ini, aku hidup selama ini. Setelah meninggal dunia dari sana, aku muncul di tempat lain. Di sana namaku adalah itu … dan setelah meninggal dunia dari sana, aku muncul di sini.” Demikianlah ia mengingat berbagai kehidupan, kondisi dan rinciannya.

 

Ilmu pengetahuan mengatakan kembali ke masa lalu tidaklah mungkin karena akan melanggar Hukum Termodinamika II. Sang Buddha melengkapi apa yang ilmu pengetahuan jelaskan, pada dasarnya kita bisa ke masa lalu tetapi melalui pikiran, itupun dengan pikiran terkonsentrasi, bersih, jernih dan seterusnya. Artinya kita bisa melihat masa lalu bahkan kehidupan lampau kita dengan bermeditasi sampai tingkatan tertentu sehingga memiliki kekuatan batin. Tidak perlu jauh-jauh sampai sana, kita dapat mengingat apa yang kita lakukan kemarin pagi, atau sarapan apa, atau pergi ke kantor menggunakan apa hanya dengan mengerahkan sedikit pikiran yang terkonsentrasi. Secara tidak langsung, kita sudah melakukan perjalanan waktu melalui pikiran.

 

Kemudian muncul pertanyaan berikutnya, apakah kita bisa ke masa depan? Berdasarkan teori relativitas Einstein tentang relativitas waktu, hal ini memungkinkan. Terdapat sebuah fenomena yaitu ‘Dilatasi Waktu’, dimana seseorang yang dalam kondisi tertentu mengalami waktu relative lebih lambat/cepat dari pengamat. Kondisi yang memungkinkan hal ini ada dua: Pertama jika seseorang berada dalam kecepatan mendekati kecepatan cahaya; dan Kedua jika seseorang berada di daerah dengan medan gravitasi yang tinggi. Ketika seseorang berada dalam kecepatan mendekati kecepatan cahaya atau berada di daerah dengan medan gravitasi yang tinggi, maka waktu yang dialami orang tersebut akan relative lebih lambat dibanding pengamat yang tidak mengalami kondisi ini.

Sebagai Ilustrasi, ada sepasang kembar A dan B, dimana si A dibawa dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya ke suatu titik dan kemudian kembali lagi ke Bumi dimana si B menunggu kembalinya si A. Secara perhitungan, umur si B akan lebih tua dibanding si A, perbedaan umur dipengaruhi oleh seberapa dekat kecepatannya dengan kecepatan cahaya dan lamanya si A dalam kondisi kecepatan tersebut. Secara tidak langsung, si A melihat masa depan dari fisiknya si B yang mulai menua sedangkan menurut si B, dia tetap dia yang menjalani kehidupan bertahun-tahun tanpa adanya si A namun bagi si A waktu yang dia alami hanya sekejap.

Once confined to fantasy and science fiction, time travel is now simply an engineering problem.” Michio Kaku.

Secara teori, perjalanan waktu ke masa depan sangat memungkinkan tetapi sebagai perjalanan satu arah mengingat, kembali ke masa lalu tidak memungkinkan. Untuk mencapai 2 kondisi ini diperlukan kerekayasaan (Engineering) yang sangat rumit, sebagai contoh diperlukan energi yang sangat besar untuk mencapai kecepatan cahaya, lebih lanjut lagi diperlukan material super kuat dan tahan panas untuk menahan gesekan partikel jika seandainya kecepatan cahaya terpenuhi dan masih banyak faktor lainnya yang patut diperhitungkan.

Jika kita ingin ke masa depan menggunakan hal-hal fisika di atas tentu akan sulit dan jauh dari pemahaman awam. Sebagai Buddhis, kita selalu diajarkan untuk hidup saat ini. Ketika ingin melihat masa depan kita, kita bisa melihatnya dari cara berpikir, perbuatan, ucapan dan kebiasaan yang kita lakukan pada saat ini. Apakah kita akan kaya di masa tua nanti? Jika kita rajin menabung, berdana dan bekerja keras saat ini, hal ini besar kemungkinan terjadi. Jika sebaliknya, jangan berharap kaya di masa tua nanti. Masa depan kita ditentukan dari kebiasaan saat ini, oleh karena itu, ketimbang hanya mendambakan atau meratapi masa depan, lebih baik saat ini kita melakukan sesuatu, mengambil langkah pertama agar apa yang diinginkan di masa depan terwujud.

Dalam realitanya, bentuk atau rūpa tidak bereksistensi dalam keadaan 3 dimensi (panjang, lebar , dan tinggi) yang lebih mendekati kenyataan adalah bahwa bentuk itu bereksistensi di dalam keadaan 4 dimensi, dimana terdapat ruang (3 dimensi) dan waktu. Dimensi ke-4 ini lah yang menyebabkan segala sesuatu berubah dan tidak tetap yang dikenal sebagai Anicca.

Dengan mendambakan masa depan, Dengan meratapi masa lalu, Orang dungu mengering dan memudar, Seperti alang-alang hijau yang terpotong” SN 1.10. Araññasutta.

Dengan demikian, hendaknya kita tidak terlalu meratapi masa lalu dan mendambakan masa depan secara berlebihan sehingga lupa untuk hidup saat ini. Masa lalu dapat dijadikan pelajaran untuk hidup saat ini, dan masa depan dapat dijadikan tujuan yang harus dilaksanakan saat ini juga.

Bentukan-bentukan pasti akan lenyap. Berjuanglah dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan.” DN 16. Mahaparinibanna Sutta

 

 

Refrensi

Buddhadasa P Kirtisinghe, Ed., Alih Bahasa, Drs. R. Sugiarto, 1994.  “Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan.” Jakarta: Aryasuryachandra.

 

https://astronomy.swin.edu.au/cosmos/p/Planck+Time

 

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/waktu

 

https://mkaku.org/home/articles/the-physics-of-time-travel/

 

https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/samannaphala-sutta-2/

 

https://www.amnh.org/exhibitions/einstein/time/a-matter-of-time#:~:text=In%20the%20Special%20Theory%20of,on%20your%20frame%20of%20reference.

 

  1. Grundmann et al. Zeptosecond birth time delay in molecular photoionizationScience. Vol. 370, October 16, 2020, p. 339. doi: 10.1126/science.abb9318.

 

Salvador Dali Persistence of Memory: Meaning of the Melting Clocks

 

Yunus Cengel and Michael Boles (2014). Thermodynamics: An Engineering Approach, 9th Ed. McGraw Hill

https://www.wikiart.org/en/salvador-dali/the-persistence-of-memory-1931,

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?