Oleh: Majaputera Karniawan, M. Pd. (Sia Wie Kiong 謝偉強)
A. Pengantar
Setangkaidupa.com melakukan survey jajak pendapat pada 21-22 September 2024 dengan voting Instagram Story @Setangkaidupa dan @maja.piko.bula. Hasilnya dari sekian para pembaca Setangkaidupa.com, mengaku bahwasanya:
88% mengaku mengalami hilang komunikasi 100% tanpa respon. Hal ini mengindikasikan mereka pernah menjadi Korban Ghosting dalam dunia percintaan.
12% mengaku mengalami kondisi digantung komunikasi, namun masih memberi komentar, like, atau view story. Hal ini mengindikasikan mereka pernah menjadi korban Breadcrumbling dalam percintaan mereka. Data ini juga bicara bahwa 12% pembaca menjadi korban kaum narsistik yang manipulatif dalam dunia percintaan mereka.
B. Pembahasan
Fenomena Ghosting lazim terjadi di dalam hubungan apapun, tidak melulu di dunia percintaan. Ghosting adalah suatu tindakan meninggalkan atau pemutusan hubungan secara sepihak yang biasanya terjadi pada hubungan yang belum jelas statusnya atau terjadi pada saat masa pendekatan, namun bisa terjadi juga pada hubungan yang sudah memiliki status yang jelas (Rizki dan Hesty, 2022).
Ghosting juga merupakan satu silent treatment (terapi mendiamkan seseorang) yang dipandang sebagai kekejaman emosional dalam dunia psikologi (Rahmatin et al., 2021). Para pelaku Ghosting banyak yang menggunakan cara ini untuk membuat seseorang feeling guilty (Merasa bersalah) atas perilaku korbannya yang tidak bisa diterima oleh si pelaku. Pernah satu waktu saya pribadi menerima konseling dari seorang karyawan yang mendapatkan silent treatment dari atasannya karena merasa dirinya dilangkahi terkait perizinan. Tentu sangat tidak bijaksana sekali melakukan silent treatment seperti ini apabila masalahnya masih bisa diselesaikan secara persuasif. Meski begitu ada juga yang melakukan ghosting dalam hubungan percintaan sebagai bentuk lari dari tanggung jawab/komitmen yang sudah dibuat. Ada beberapa orang yang hanya mau bermain-main perasaan tetapi menolak untuk diajak serius, inilah sisi buruk dari Ghosting.
Pada kondisi tertentu Ghosting bisa menjadi cara untuk menurunkan ego orang yang sangat besar dan sudah tidak bisa dinasihati. Seperti apa yang Sang Buddha lakukan kepada Channa kusirnya, beliau memerintahkan Brahmadanda (hukuman mendiamkan), agar para bhikkhu tidak berkomunikasi sama sekali kepada Channa yang sombong dan merasa paling berjasa pada Sang Buddha, sebagai dampaknya Channa merasa depresi dan ditinggalkan, meski begitu dia paham kesalahannya dan pada akhirnya bertekad mengentaskan kesombongan hingga mencapai kesucian arahant (DN16 Mahaparinibbana Sutta).
Sebaliknya Breadcrumbling adalah perilaku menggoda orang lain tanpa adanya niatan ingin menjalin suatu hubungan dengan serius tapi tetap membuat korbannya tertarik kepada pelaku. Para pelaku akan menghubungi korban dengan berbagai cara seperti mengirimkan DM Instagram atau sering chattan selayaknya orang yang sedang melakukan PDKT tapi aslinya tidak berniat untuk berhubungan secara serius. Pelaku akan meningkatkan intensitas berkomunikasi jika mereka merasa kamu mulai tidak tertarik tapi akan menurunkannya ketika mereka yakin bahwa kamu sudah tertarik dengan mereka (Widjaya 2020). Bentuk penurunan ini dengan memberikan breadcrumbs (perhatian kecil-kecil) kepada korbannya dengan pesan/aksi bernada flirty secara tiba-tiba padahal sebelumnya ia menghilang dari kehidupanmu.
Kehadiran orang ini dengan seenak hati membangkitkan kenangan pahit akan hubungan yang sudah kandas sejak dulu. Tujuannya agar si korban merasa bahwa pelaku itu penting dan menarik bagi dirinya. Pelaku mau meninggalkan kesan ‘Istimewa’ di dalam benak korbannya selama mungkin. Bisa dibilang ini adalah salah satu kepribadian buruk dalam hal manipulatif (Marchiavellianism) dari pelakunya, dan sudah pasti bila mereka manipulatif pasti memiliki kepribadian narsistik dan psikoapati (egois). Semua semata-mata demi validasi dan rasa dibutuhkan, dihargai, dan diagungkan orang lain. Berbeda dengan Ghosting yang masih bisa dipakai untuk tujuan baik, Breadcrumbling tidak sama sekali dan sangat destruktif bagi korbannya.
C. Solusi: PECAT MEREKA!
Sang Buddha bilang bahwa hakikat manusia dan segala atribut yang dilekati dalam kehidupannya (Pancupadanakhanda Dukkha: fisik/jasmani, perasaan, pencerapan, kehendak, dan kesadaran) sejatinya tidak kekal, menderita dan kosong dari kepemilikan aku. Karena kosong tanpa aku inilah maka Sang Buddha memberikan peringatan agar tidak melekat kepada mereka semua secara berlebihan. Suatu saat apa yang kita cintai dan sayangi wajar akan berubah dan membuat kita menjadi tidak puas. Nampak seperti usaha yang sia-sia bila kita berusaha memuaskan nafsu keinginan seseorang. Karena kita sadar tidak bisa memuaskan nafsu keinginan seseorang, kita cukup sampai pada tahap ‘sebatas berbagi rasa’ agar kita sendiri tetap bisa menjalani hidup dengan tanpa terbebani.
Akan tetapi tidak semua orang yang menerima berbagi rasa dari kita itu tahu diri, bahkan cenderung melakukan ghosting (dengan tujuan tidak baik) ataupun breadcrumbling kepada kita, sebenarnya dengan memiliki pemahaman yang baik akan filsafat Ketidakkekalan dan kekosongan tanpa aku dalam Buddhisme, itu sudah membantu sekali dalam menjaga daya resiliensi pikiran ketika terjadi ghosting maupun breadcrumbling. Selebihnya kita bisa pelajari lewat teori Kurva Perubahan Kubler Ross.
Pada kurva ini, Shock atau kaget adalah keadaan individu terkejut akan sesuatu perubahan tiba-tiba yang negatif menurutnya. Denial atau penolakan ketika individu menduga-duga adanya hal negatif, tetapi ia berusaha melakukan penolakan dengan berusaha berpikir/berafirmasi positif terhadap dugaan dan perasaan yang buruk tersebut. Frustation, tahap ini individu mulai tidak terima dengan keadaan dan menyalahkan pelaku, berikutnya seringkali ada tindakan tawar menawar kepada pelaku Ghosting/breadcrumbling karena korban sudah benar-benar frustasi bahkan sampai memohon-mohon. Selanjutnya korban akan melalui tahap Depression, keadaan ketika individu sadar dirinya benar-benar di-ghosting/breadcrumbling. Individu akan merasakan kesedihan dan sering merenungi kenyataan yang terjadi.
Sebagaimana teori perubahan dalam kitab Yi Jing, bahwasanya terlalu diam adalah awal mula dari gerak dan terlalu banyak gerak adalah awal mula dari diam, maka di tengah depresi inilah korban mendapatkan banyak kesempatan untuk kembali ke keadaan diam, sebuah keadaan di mana korban bisa lebih tenang menganalisa kehancuran akibat si korban. Korban bisa memilih untuk menyerah (dengan melakukan tindakan destruktif seperti bunuh diri) atau bangkit dari keterpurukan dengan memecat pelaku dari hidupnya selamanya! Disini peran psikolog/konselor diperlukan agar kesadaran psikologi korban bisa kembali mapan dan tidak menyerah! Dengan berjalannya waktu serta faktor lainnya korban sampai pada tahap experiment di mana ia mulai belajar dari pengalaman sebelumnya untuk lebih resisten dengan tindakan ghosting/breadcrumbling.
Setelah mantap dalam fase experiment, kesadaran psikologi korban mulai mapan dan memasuki tahap decision/memberikan keputusan. Di tahap ini, ia sudah berani memecat dan menghapuskan (bahkan melakukan blokir) pada pelaku ghosting/breadcrumbling dari hidup mereka, perlu digarisbawahi bahwa untuk sampai di tahap ini, korban sangat memerlukan dukungan emosional dari konselor/psikolog/orang terdekat agar ia tetap bisa menjaga rasionalitas hingga kesadaran psikologinya kembali mapan seperti semula. Setelah ia berhasil memecat pelaku, korban sampai pada Integration/Integrasi, di mana dengan bekal pengalaman perubahan yang tidak menyenangkan sebelumnya, ia kembali ke dalam kehidupan sebagai pribadi yang lebih kuat dan resisten dari perilaku ghosting/breadcrumbling. Di tahap ini ia sepenuhnya sudah pulih secara moral dan emosional, hanya saja untuk sampai tahap ini memerlukan waktu yang panjang, sehingga amat banyak tenaga dan usaha yang dikeluarkan untuk mendukung mereka para korban bisa keluar dari jeratan narsistik destruktif para pelaku ghosting/breadcrumbling. Memang, memecat para pelaku tidak semudah membalikan telapak tangan, tetapi kita bisa mengupayakannya bersama dengan orang terdekat dan tentunya dengan kesadaran diri yang maksimal!
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA).
Daftar Pustaka:
Adegunawan, Suyena (Kompilator). 2020. Kompilasi易经 – Yi Jing KITAB PERUBAHAN The Book of Changes. Bandung. USA.
Kubler Ross, E. (1969) dalam John Austin (2015). Kubler Ross Change Curve. https://www.researchgate.net/figure/Kuebler-Ross-Change-Curve_fig3_345819452. Diakses 24 Sep. 24
Rahmatin, et all. (2021). Dinamika Psikologis Resiliensi Pada Korban Ghosting. ACADEMIA journal of mulitidisciplinary studies, 5 (2), 239-258. https://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/academica/article/view/4109/1399. Diakses 24 Sep. 24.
Rizki, Peni Nur dan Hesty Yuliasari. (2022). Ghosting dalam Perspektif Psikologi: Penyebab, Faktor Pendorong, dan Dampak Psikologis. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/1104-ghosting-dalam-perspektif-psikologi-penyebab-faktor-pendorong-dan-dampak-psikologis. Diakses 24 Sep. 24.
- Jotalankara. 2013. Ajaran-Ajaran Dasar Buddhisme. Jakarta. Prasadha Jinarakkhita.
Widjaya, Adibah Hana. 2020. Breadcrumbing, Saudaranya Si Ghosting. https://mentalhealing.id/breadcrumbing-saudaranya-si-ghosting/. Diakses 24 Sep. 24