Oleh: Arya Whisnu Karniawan, M.Pd dan Tim Setangkai Dupa
A. Hasil Jejak Pendapat
Belakangan ini di media sosial tengah viral terkait pelaksanaan prosesi Wisuda dan pemakaian jubah toga dikalangan lulusan TK, SD, SMP, dan SMA. Sebenarnya praktik seperti ini mulai terlihat pada awal tahun 2010an, namun baru belakangan ini viral dan menyita perhatian publik belakangan ini. Ada yang setuju dan ada yang menolak. Bagaimanakah tanggapan publik?
Setangkai Dupa telah melakukan jajak pendapat kepada para pembaca dengan teknik random sampling dari berbagai grup Facebook dan Whatsapp. Pertanyaan yang diajukan adalah “Menurut anda, layakkah sekolah mengadakan wisuda dan memakaikan toga kepada lulusan TK, SD, SMP, dan SMA/K?”, jajak pendapat dimulai pada Senin, 19 Juni 2023 dan ditutup pada Kamis, 22 Juni 2023. Hasilnya sebanyak 61 responden publik terlibat dengan pendapat sebagai berikut:
- 72,1% Responden publik menjawab tidak layak. Alasan yang disampaikan beragam mulai motif ekonomi, filosofis, hingga alasan kepraktisan dan ajang promosi serta hedonisme pendidikan. Berikut adalah sebagian komentar dari para responden yang menyatakan tidak layak:
“Masih belum layak karna Anak-anak masih belum bisa mencari uang; Membuang uang yang tidak bermanfaat; Memberatkan beban orang tua bagi yang kurang mampu , dan akan menimbulkan kecemburuan / mental anak didik jika pemberian ucapan masing masing anak pasrri berbeda. Bagi yg mampu dan tdk mampu ada yg dapat ucapan hadia bagi yg kel mampu”
“Mereka gak skripsian, mereka gak mengemban gelar dengan kewajiban-kewajibannya, gak ada senat yg meluluskan mereka.”
“Menambah beban ortu disaat biaya pendidikan sudah tinggi; Tidak membawa manfaat; Merepotkan ortu; Kesempatan buat oknum/sekolah mencari keuntungan dari acara ini; Jadi ajang pamer buat sekolah untuk berlomba mewah tanpa mempertimbangkan bahwa tidak semua ortu siswa itu mampu”
“Cuma jadi ajang promosi doang. Cari cara promosi yang lain, yang nggak ngerepotin; Ga perlu, hanya proyek cari duit sekolah”
“Menurut saya, toga lebih cocok dipakaikan untuk anak yang sudah lulus kuliah, karena sesungguhnya banyak makna dari toga dan wisuda tersebut yang ditujukan kepada remaja dewasa, dimana anak tersebut sudah dianggap remaja dewasa yang sudah dapat berpikir secara rasional dan menilai segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Jadi kalau menurut saya pemakain toga tersebut menjadi sakral sesuai dengan makna dari toga dan wisuda tersebut.”
- 23% Responden publik menjawab layak. Alasannya beragam mulai dari sebagai apresiasi, sudut pandang yang berbeda tentang filosofi wisuda, kemampuan finansial bagi sekolah yang mampu, maupun pemakluman karena perkembangan zaman. Berikut adalah beberapa komentar dari responden yang setuju:
“Sah sah saja lulus mengadakan wisuda dan memakai toga karna telah menyelesaikan satu tahapan pembelajaran”
“Sebagai bentuk Apresiasi terhadap usaha para siswa yang telah menyelesaikan masa pendidikan mereka”
“Selama para orang tua tidak keberatan untuk biaya wisuda & menyanggupi tanpa adanya keharusan/paksaan dari pihak sekolah. Hal moment tersebut bisa sebagai tanda suatu keberhasilan sukacita.”
“Layak bagi sekolah-sekolah bertaraf nasional plus hingga internasional , mereka yang sekolah disini sudah tahu jika akan mengeluarkan kantong lagi, namun untuk sekolah-sekolah biasa menurut saya harus diadakan diskusi antar guru dan orang tua”
“Karena itu sebagai bentuk apresiasi jerih payah anak-anak berjuang. Hanya saja haruslah dikelola dengan baik. Bila adanya pungutan uang, haruslah disampaikan diawal tahun ajaran dan mungkin bisa melalui kas kelas sehingga tidak terasa terbebankan. Kecuali kelas TK, bentuk kelulusan bisa diubah dengan pentas seni dan penghargaan yang tidak berlebihan.”
- 4.9% Responden publik menjawab tidak tahu, alasannya karena ada yang merasa bila kondisi berbeda-beda sehingga tidak bisa dikatakan layak maupun tidak layak; Ada juga yang memandang lebih ke persoalan waktu saja, maupun soal filosofis warna toga saja. Berikut adalah beberapa komentar dari responden yang menjawab tidak tahu:
“Sulit diterapkan secara keseluruhan di semua daerah di Indonesia, salah satu alasannya mengingat biaya Wisuda yang cenderung mahal. Wisuda bisa dilaksanakan apabila tidak membutuhkan banyak biaya. Apabila dilaksanakan wisuda, dapat memberikan kenang-kenangan tersendiri pada anak anak, orang tua dan keluarga. Karena ada beberapa memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang lebih tinggi karena berbagai hal, menyebabkan anak-anak yang memilih untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi/universitas tidak bisa merasakan wisuda.”
“Mungkin bukan tidak layak melainkan kurang tepat pada waktunya. Menurut saya toga menandakan siswa sudah menyelesaikan jenjang pendidikan tertinggi dan memiliki rasa bangga dan lepas karena kelulusannya. Sedangkan jenjang pendidikan di bawah itu, karang sekali yang merasakan hal yang sama dengan siswa lulus kuliah.”
“Sebenarnya sah sah saja karena toga melambangkan pemikiran orang yang sudah terbuka, kalau masalah layak tidaknya mungkin tinggal dibedain aja warna toganya”
B. Pandangan Filosofis Wisuda dan Toga
Terlepas dari adanya pro dan kontra masyarakat, melalui jajak pendapat ini, kita mengetahui bahwa representasi mayoritas masyarakat tidak setuju dengan adanya wisuda sekolah ini. Namun bagaimana sebenarnya objektifitas dalam sisi filosofis mengenai problematika wisuda sekolah? Apakah dari sisi filosofis memang layak atau tidak?
Wisuda diyakini berasal dari bahasa Jawa ‘Wisudha’ yang berarti pelantikan bagi orang yang telah menyelesaikan pendidikan. Dalam sumber yang lebih tua wisuda adalah kata dalam bahasa Sansekerta (Visuddha, dibaca Wisuda/Wisuddha) yang dapat dimaknai sebagai ‘bersih, murni, jernih, cemerlang, dan tidak ada noda’.
Dengan kata lain, wisuda pada makna filosofisnya bukan sekedar selebrasi pelantikan bagi orang yang telah menyelesaikan pendidikan semata, tetapi juga proses menjadi orang yang memiliki kecermelangan dan kejernihan pikiran (Maksudnya menguasai Kompetensi keilmuan dan Moral-Kemanusiaan) dalam bidang studi keilmuan yang dipelajarinya.
Lalu timbul pertanyaan, apakah anak sekolah boleh merayakan kelulusan dengan prosesi wisuda?
Meskipun tidak ada larangan secara tertulis maupun pedoman tentang hal ini, namun nampaknya wisuda untuk anak tamat sekolah akan menggeser makna sakral wisuda itu sendiri. Jubah toga yang berwarna hitam bukan tanpa alasan, warna hitam adalah lambang daripada misteri kehidupan. Orang yang memakai jubah toga dipandang telah dapat menyibak rahasia misteri dalam kehidupan perkuliahan mereka, sehingga bisa keluar dari kegelapan misterius dan membawa pencerahan berupa ilmu yang dipelajarinya selama kuliah.
Topi toga juga terdiri dari 4 sudut, yang menyimbolkan bahwa seorang lulusan sarjana harus mampu berpikir rasional dari berbagai sudut pandang, agar memiliki pisau analisa yang dalam ketika mengupas masalah yang sedang dihadapi. Mengenai pemindahan tali topi toga dari kiri ke kanan sendiri memiliki dua makna yaitu: 1. Tali topi toga dipandang sebagai pembatas buku, maknanya meski sudah selesai kuliah tetap saja buku harus terus dipelajari sehingga akan dipindah ke kanan sebagai tekad memperdalam keilmuan secara terus menerus; 2. Pengingat bahwa mahasiswa telah lulus kuliah, selama kuliah mahasiswa cenderung menggunakan otak kiri yang berhubungan materi, bahasa, dan juga hafalan. Ketika wisuda, tali dipindah ke kanan dengan harapan para sarjana lebih menggunakan otak kanan yang berhubungan dengan daya imajinasi, kreativitas dan juga inovasi.
Lalu mengenai musik Gaudeamus Igitur (De Brevitate Vitae) adalah lagu yang menunjukkan sukacita seseorang yang telah lulus kuliah dan harapan agar kebahagiaan itu bisa membawa panjang umur kepada seluruh elemen akademik. Termasuk di dalamnya menyambut prosesi senat pengajar dengan syair lagu berikut:
Vivat Academia,
Vivant Professores,
Vivat membrum quodlibet,
Vivant membra quaelibet,
Semper sint in flore!
Panjang umur akademi!
Panjang umur para profesor pengajar!
Panjang umur setiap pelajar!
Panjang umur seluruh pelajar!
Semoga mereka terus tumbuh berkembang!
C. Pandangan Kompetensi Keilmuan
Setelah memahami pandangan filosofis tentang pelaksanaan prosesi wisuda dan toga, kita akan belajar lagi mengenai aspek kompetensi, mengapa hanya lulusan pendidikan tinggi saja yang seharusnya diwisuda berdasarkan aspek filosofis yang ternyata diaplikasikan dalam aspek pemenuhan kompetensi. Mengacu pada Pasal 18-20 UU No.12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, setiap tingkatan studi memiliki tujuan penguasaannya masing-masing:
- Lulusan Sarjana idealnya mampu mengamalkan IPTEK melalui penalaran ilmiah, output lulusannya adalah menjadi intelektual ataupun ilmuwan yang profesional dalam memasuki ataupun menciptakan lapangan kerja.
- Lulusan Magister idealnya mampu mengamalkan dan mengembangkan IPTEK lewat penalaran dan penelitian ilmiah, output lulusannya sama seperti sarjana, namun lebih profesional dalam penguasaan keilmuan. Bisa dibilang, lulusan S2 dibayar mahal karena kemampuan dalam berpikir kritis-analisisnya dan high skill-nya.
- Lulusan Doktoral idealnya mampu menemukan, menciptakan, dan/atau memberikan kontribusi kepada pengembangan, serta pengamalan IPTEK melalui penalaran dan penelitian ilmiah. Output lulusannya adalah menjadi filosof/intelektual dan ilmuwan yang berbudaya; menghasilkan dan/atau mengembangkan teori melalui Penelitian yang komprehensif dan akurat untuk memajukan peradaban manusia.
Jika kita lihat dalam diagram teori Taksonomi Bloom di samping, level mengingat dan memahami adalah tujuan pendidikan tingkat SD dan SMP, sedangkan sampai tingkat SMA ditambah lagi dengan kemampuan menerapkan keilmuan secara praktis.
Sementara memiliki kepakaran lebih dalam menerapkan keilmuan, juga kemampuan analisis dalam mengatasi masalah yang timbul bisa ditemui dalam tujuan pendidikan tingkat S1. Lulusan S2 ditujukan memiliki kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi. Terakhir tujuan pendidikan tingkat S3 memiliki kemampuan menciptakan.
Bila kita mengamati baik dari Pasal 18-20 UU No.12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi maupun dari Taksonomi Bloom, lulusan sekolah didesain sebagai pendidikan dasar, lulus dari sana berkompetensi sebagai pekerja. Sementara orang-orang yang menempuh pendidikan tinggi meski S1 sekalipun, didesain menjadi agen perubahan, ‘Agent of Change’.
Kesimpulannya, jika kita amati baik dari aspek filosofis maupun aspek kompetensi, mereka yang melaksanakan wisuda dan memakai dan memindahkan tali toga, sebenarnya adalah tanda mereka telah resmi menjadi ‘Professional Agent of Change’ sesuai bidang keilmuan mereka. Sangat lucu bagi anak tingkat pendidikan dasar yang bahkan belum memiliki kompetensi dalam bidang keilmuan tertentu diwisuda dan memakai toga, bukan? Maka, kalau dilihat dari faktor filosofis dan kompetensi, jelas wisuda TK-SD-SMP-SMA/K telah menggeser makna asli kesakralan wisuda dan agak berlebihan, sebaiknya untuk tingkat tersebut cukup mengadakan pesta kelulusan saja.
Sebagai reminder untuk kita semua, tidak semua perubahan budaya (Cultural change) dan argumen karena populer (Argumentum ad Populum) harus diterima. Bapak pendidikan Konfusius pernah menerima perubahan budaya berupa pengenaan topi dari rami bagi orang yang telah dewasa diganti dengan sutra karena alasan kesederhanaan dan pragmatisme, ia tidak mengkritik bahkan menerimanya. Tetapi ketika ada perubahan budaya berupa memberi hormat dari tempat yang lebih tinggi, ia tidak mau melakukannya karena adanya perbedaan makna filosofis yang mendalam (menunjukkan keangkuhan, Lun Gi IX:3). Dalam kasus wisuda sekolahan juga seharusnya demikian. Makna tupoksional dan esensi nilai-nilai kebajikan yang telah dirajut selama proses pendidikan tidak boleh sampai tergerus hanya demi seremonial belaka.
BAGI PARA PEMBACA YANG MAU MEMBANTU OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM BISA MELALUI REK. BANK BRI KCP CIPULIR RADIO DALAM 086801018179534 AN. MAJAPUTERA KARNIAWAN. MOHON MENGIRIMKAN KONFIRMASI DANA KE WHATSAPP NOMOR 089678975279 (MAJA)
Daftar Pustaka:
Agustine, Lady. 2022. Kenapa Kelulusan Identik Dengan Wisuda? Ini Dia Sejarah Wisuda Dan Pakaian Toga. https://news.bsi.ac.id/2022/10/21/kenapa-kelulusan-identik-dengan-wisuda-ini-dia-sejarah-wisuda-dan-pakaian-toga/#:~:text=Tahukah%20kamu%2C%20kata%20wisuda%20awalnya,’tego’%20yang%20artinya%20penutup. Diakses 19 Juni 2023.
Pramesti. Rima Dian. 2018. Ini Filosofi Toga yang Harus Wisudawan Tahu. https://amanat.id/ini-filosofi-toga-yang-harus-wisudawan-tahu/. Diakses 19 Juni 2023.
https://www.sonora.id/read/423288185/lirik-lagu-gaudeamus-igitur-dan-terjemahnya-lagu-wisuda-bahasa-latin. Diakses 19 Juni 2023.
Gambar Chart: Dokumen Setangkaidupa. https://forms.gle/SyAsJk3DGwc2oZ588. Diakses 23 Desember 2023
Foto: https://superapp.id/blog/wp-content/uploads/2022/08/istockphoto-523859380-170667a.webp. Diakses 22 Juni 2023.
Adegunawan, Suyena (陳書源 Tan Su Njan). 2018. Kompilasi 《四书》- Si Shu – Empat Kitab Klasik. Bandung. TSA.