Setangkaidupa.com (Majaputera Karniawan 謝偉强, Juli 2022)
“Jika seorang pemimpin berjalan di jalan yang berliku-liku, maka ia akan menuntun pengikutnya yang kacau balau ke jalan tak berujung, dan dalam satu masa itu akan menyesali tak adanya pengendalian diri; Seharusnya seorang pemimpin bertindak benar dalam cara yang benar pula, pengikutnya juga akan menjauhkan diri dari ketidakbenaran, dan di seluruh kerajaan akan terdapat kedamaian”. – Jātaka Aṭṭhakathā 334, Rājovāda Jātaka.
Pada 9 Mei 2022, Kementerian Agama Republik Indonesia mealui pengumuman Nomor 02-M/PANSEL/05/2022 membuka penerimaan seleksi terbuka calon Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2022. Salah satunya adalah formasi untuk Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha (DIRJEN BIMAS BUDDHA) yang dapat dilamar oleh kandidat Pegawai Negeri Sipil (PNS, dikenal juga dengan sebutan ASN – Aparatur Sipil Negara), dan kandidat Non PNS.
Selain persyatatan akademik (Minimal S2) dan administratif, ada persyaratan khusus yang dimuat dalam pengumuman ini, yaitu: Kandidat Dirjen Bimas harus mampu merumuskan kebijakan, melaksanakan, membina, memberikan bimbingan teknis (Bimtek), supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang urusan agama, pendidikan agama, dan keagamaan. Serta mampu menjalin komunikasi secara internal dan eksternal untuk membangun moderasi dan harmonisasi dalam beragama, juga deradikalisasi.
Bisa dibilang bakal kandidat terpilih akan menentukan nasib perkembangan satu agama di Indonesia, termasuk bakal calon DIRJEN BIMAS Buddha akan menentukan seperti apa perkembangan agama Buddha di Indonesia, bukan saja dari sisi pembangunan sarana dan prasarana, tetapi hingga sisi pendidikan agama, bimbingan masyarakat, supervisi dan evaluasi lembaga keagamaan, sampai menjalin kerukunan baik internal, eksternal, maupun antar umat beragama. Lalu kandidat apa yang digemari masyarakat Buddhis? Apakah dari kandidat berlatar belakang ASN atau Non ASN?
Untuk mencari tahu kandidat dari ASN atau Non ASN yang lebih digemari masyarakat Buddhis, Setangkaidupa.com mengadakan survey jejak pendapat yang dimulai selama 3 hari (Minggu, 3 Juli 2022 jam 20.00 WIB – Rabu, 6 Juli 2022 Jam 12.00 WIB) melalui platform media sosial Instagram, Facebook, dan Whatsapp Group. Survey diikuti oleh sejumlah 100 responden yang berasal dari berbagai grup-grup Buddhis, agama dan tradisi tionghoa, grup-grup kelenteng- vihara, serta grup-grup kelas diskusi profesional dengan margin error 5%, berdasarkan survey didapati hasil sebagai berikut:
31,082% (Pembulatan 31%) Responden memilih kandidat dengan latar belakang ASN
68,918% (Pembulatan 69%) Responden memilih kandidat dengan latar belakang Non ASN.
Dari data ini bisa disimpulkan kemungkinan:
- Angka 69% publik lebih memilih kandidat Non ASN artinya kandidat jenis ini lebih disukai dan mungkin lebih diminati karena diyakini dapat membawa semangat baru, atau mungkin saja karena publik meyakini meskipun mereka tidak memiliki jabatan ASN, namun bisa saja ada bakat-bakat dan talenta tersembunyi diantara calon-calon Non ASN, siapa tau ada intan di balik pasir bukan?
Ada juga satu netizen yang secara anonim mengirimkan pendapatnya: ‘Boleh dicoba sipil non ASN, banyak talenta-talenta bagus’ pungkasnya.
- Angka 31% publik memilih calon kandidat berlatar belakang ASN menunjukan kepercayaan publik memilih kandidat berlatar belakang ASN lebih rendah, data ini juga merepresentasikan bahwa publik lebih yakin calon-calon Non ASN akan mampu berkinerja dan menunjukan hasil yang lebih baik daripada kandidat calon ASN.
Meskipun publik lebih menggemari calon Non ASN karena dinilai dapat memberikan kinerja yang lebih baik, bukan berarti tidak mungkin calon yang berlatar belakang ASN juga dapat memberikan kinerja terbaiknya. Demikian juga sebaliknya. Terlepas dari siapapun yang terpilih, yang pasti publik mengharapkan setiap kandidat harus dapat memberikan performa dan kinerja yang terbaik jika kelak terpilih sebagai Dirjen Bimas Buddha. Karena mereka kelak akan menjadi pemimpin bagi semua elemen masyarakat Buddha di Indonesia dalam lini pemerintahan. Sangat diharapkan mereka memiliki kinerja yang baik serta memiliki Dasa Raja Dhamma (10 Dhamma yang harus dipegang sebagai seorang pemimpin).
Kesepuluh Raja Dhamma adalah: Kedermawanan (Dana), moralitas (Sila), kemurahan hati (Paricagga, juga dimaknai rela berkorban), kejujuran (Ajjava), kelembutan (Maddava), pengendalian diri (Tapa), welas asih (Akkodha, dimaknai sebagai tanpa kemarahan), belas kasih (Avihimsa, dimaknai sebagai tanpa kekejaman), kesabaran (Khanti), dan terakhir kesantunan (Avirodhana, dimaknai tidak menimbilkan pertentangan/perselisihan). Kualitas seperti inilah (Dasa Raja Dhamma) yang harusnya tertanam di dalam jiwa seorang pemimpin, dan dari hal-hal tersebut muncul cinta dan kebahagiaan yang sempurna di dalam dirinya untuk membawa manfaat baik kepada diri sendiri maupun yang dipimpinnya (Jātaka Aṭṭhakathā 385, Nandiyamigarāja Jātaka).
Baik publik, masyarakat Buddhis, maupun negara sama-sama mengharapkan kandidat yang mampu merumuskan kebijakan, melaksanakan, membina, memberikan bimbingan teknis (Bimtek), supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang urusan agama, pendidikan agama, dan keagamaan. Serta mampu menjalin komunikasi secara internal dan eksternal untuk membangun moderasi dan harmonisasi dalam beragama, juga deradikalisasi. Tugas yang berat ini tidak cukup hanya diemban oleh calon yang hanya memiliki kualifikasi akademik maupun administrasi saja. Tetapi kapasitas, kapabilitas, mentalitas, dan moralitas kandidat juga harus mumpuni agar bisa memberikan kontribusi terbaik bagi perkembangan agama Buddha di Indonesia.
Semoga kandidat-kandidat terbaik lahir dan mampu mengabdikan dirinya bagi perkembangan Buddha Dhamma di Indonesia. Semoga Semua Mahluk Hidup Berbahagia.
Daftar Pustaka
Karniawan, Majaputera. 2019. Kumpulan Petikan Dhamma (Dhammaquote) Seri Jataka Atthakatha. Jakarta. Yayasan Yasodhara Puteri.