Jejak Pendapat – Kemajuan Pendidikan Buddhis & Khonghucu di Indonesia: Bikin Universitas Agama Atau Prodi S3 Pendidikan Agama Dulu?

Home » E-jurnal » Jejak Pendapat – Kemajuan Pendidikan Buddhis & Khonghucu di Indonesia: Bikin Universitas Agama Atau Prodi S3 Pendidikan Agama Dulu?

Dilihat

Dilihat : 70 Kali

Pengunjung

  • 9
  • 11
  • 28
  • 30,942
JEjak Pndpt univ pic 1

Oleh: Majaputera Karniawan (謝偉強)

Ada Pendidikan, Tidak Ada Perbedaan” (Khonghucu 孔夫子 dalam Lun Gi, XV: 39)

A. Hasil Survey

Beberapa lembaga pendidikan tinggi Buddhis berstatus sekolah tinggi, baik Negeri maupun Swasta mulai mengkampanyekan visi ke depan untuk menuju universitas, semua berlomba-lomba membangun diri untuk membuka universitas agama. Ada yang mendukung gerakan ini, dan ada yang mengatakan ini mission impossible. Sedangkan Khonghucu yang baru memiliki 1 institusi sekolah tinggi saat ini juga mulai melebarkan sayapnya di dunia pendidikan guna mencetak kader-kader generasi mendatang. Bagaimana menurut pendapat publik?

Setangkaidupa.com kembali mengadakan jejak pendapat publik melalui media sosial Facebook Group Polling pada 31 Mei-1 Juni 2022 dengan metode Random Sampling ke 12 Grup Facebook (Grup Buddhis Theravada, Buddhis Mahayana, Grup Buddhisme Umum, Grup Khonghucu, Grup Seputar Kelenteng, Grup Seputar Wihara dengan proporsi berimbang).

Pertanyaan survey kami laksanakan dengan pertanyaan polling tertutup. Bunyi kisi-kisi pertanyaan yang ditanyakan adalah:

Lebih suka memajukan Perguruan Tinggi Agama (Buddha / Khonghucu) secara Linier sampai jenjang tertinggi (Strata 1 sampai Strata 3 di satu bidang yang sama , pendidikan agama)

atau

Tidak linier sampai jenjang tertinggi (Hanya S1 – Sebagian prodi S2) tetapi banyak cabang keilmuan sekuler yang turut dipelajari, misalnya: Ada jurusan prodi pendidikan agama , jurusan manajemen bisnis , jurusan akuntansi , jurusan ekonomi , jurusan psikologi, dll Sebagainya)

Survey disepakati untuk ditutup pada Rabu, 1 Juni 2022 jam 09:00 Pagi WIB. Dari hasil survey diikuti oleh 50 Responden secara random dengan presentase sebagai berikut:

  • Linier: 29 Responden (58%)
  • Tidak Linier: 19 Responden (38%)
  • Abstain: 2 Responden (4%)

Sejauh ini, publik lebih berpikir untuk membangun jurusan secara linier terlebih dahulu. Bahkan ada salah satu netizen publik lebih menyarankan boleh-boleh saja untuk membuat prodi sekuler, tetapi harus melinierkan ilmu agama sampai S3 dahulu.

Ilmu agama s1, Ilmu agama s2; Ilmu lain s1, Ilmu lain s2; Ilmu agama s3. Cukup itu”

 

B. Buddhis atau Konfusianis Dengan Kondisi Saat Ini: Mungkinkah Membuka Universitas Keagamaan?

Sebelum membahas lebih jauh, perlu pembaca pahami bahwa ada sejumlah perbedaan bentuk lembaga Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI No.20 Tahun 2020. Permenag no.20/2020 membaginya menjadi 3 bentuk, yaitu (Berurutan dari yang tertinggi):

  1. Universitas Keagamaan adalah PTK yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam rumpun ilmu agama serta rumpun ilmu pengetahuan dan/atau teknologi, dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam rumpun ilmu agama. Jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
  2. Institut Keagamaan adalah PTK yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam rumpun ilmu agama dan sejumlah rumpun ilmu pengetahuan dan/atau teknologi tertentu. Jika memenuhi syarat dapat menyelenggaran pendidikan profesi.
  3. Sekolah Tinggi Keagamaan (STA) adalah PTK yang menyelenggarakan pendididkan akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam satu rumpun ilmu agama, dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.

Permenag no.20/2020 juga mengatur kriteria minimum yang diperlukan untuk upgrade tingkat Sekolah Tinggi Keagamaan menjadi Institut Keagamaan dan upgrade Institut Keagamaan menjadi Universitas Keagamaan, yang mana didasarkan pada kebutuhan masyarakat, perkembangan IPTEK & Seni, kebutuhan pembangunan nasional, serta pertumbuhan potensi jumlah mahasiswa (Pasal 3), yang mana kriteria-kriteria tersebut terwujud dalam syarat-syarat teknis minimal berikut (pasal 5 & lampiran):

  1. Kualifikasi pendidikan dosen (STA ke Institut: 60 Dosen S2 dan 12 Dosen S3; Institut ke Universitas 80 Dosen S2 dan 16 Dosen S3)
  2. Kualifikasi kepangkatan akademik dosen (STA ke Institut: 60 Asisten Ahli, 12 Lektor, 6 Lektor kepala; Institut ke Universitas: 80 Asisten Ahli, 16 Lektor, 8 Lektor Kepala, 4 Guru Besar/Professor)
  3. Jumlah dan jenis program studi (prodi) dan/atau fakultas (STA ke Institut: 6 Prodi S1; Institut Ke Universitas: 15 Prodi S1 yang terbagi dalam 4 Fakultas, dan 5 Prodi S2)
  4. Rasio jumlah dosen dan mahasiswa (STA ke Institut: 1: 45; Institut ke Universitas: 1: 40)
  5. Kualifikasi jumlah tenaga kependidikan (STA ke Institut: 45 orang; Institut ke Universitas: 60 orang
  6. Status Akreditasi Prodi (STA ke Institut: 3 Prodi minimal B/Baik Sekali; Institut ke Universitas: 2 Prodi A/Unggul dan 8 Prodi B/Baik Sekali )
  7. Sarana dan prasarana (STA ke Institut: Lahan 50.000 M2 dan fasilitas lainnya; Institut ke Universitas: Lahan 100.000 M2 dan fasilitas lainnya)

Perlu diketahui, mengacu pada pasal 4 Permenag no.20/2020, perubahan bentuk harus dilakukan bertahap mulai daru Sekolah Tinggi Keagaman ke Institut Keagamaan, baru setelahnya ke Universitas Keagamaan. Jadi tidak bisa langsung Universitas.

Permenag No.20/2020 menggantikan Permenag No.15/2014, lewat permenag ini, sejumlah syarat yang memberatkan perguruan tinggi keagamaan yang masih tertinggal banyak direvisi, regulasi dipermudah lewat peraturan ini seperti ketentuan minimal jumlah 3000 mahasiswa untuk upgrade dari STA ke Institut Keagamaan, atau 7500 mahasiswa untuk tingkat Universitas Keagamaan sudah dihilangkan. Termasuk luas tanah minimal 100.000 M2 untuk Institut dan 250.000 M2 untuk Universitas Keagamaan sudah direvisi.

Maka dengan melihat persyaratan di atas dan membandingkannya dengan keadaan saat ini, sangat mission impossible untuk membuat Universitas Keagamaan baik Buddhis ataupun Khonghucu dalam waktu dekat! (Terkecuali untuk waktu yang agak panjang, mungkin saja). Secara sumber daya khususnya SDM minimal dan kesiapan prodi masih sangat jauh. Bahkan belum ada lembaga pendidikan tinggi keagamaan baik Buddha ataupun Khonghucu yang membuka lebih dari 1 fakultas rumpun ilmu dan berstatus Institut Keagamaan.

 

C. Buddhis atau Konfusianis Dengan Kondisi Saat Ini: Mungkinkah Membuka Prodi Linier Keagamaan Sampai S3?

Kebutuhan akan pendidikan sudah menjadi hal pokok sejak dulu, bahkan di era Sang Buddha ada satu nasihat yang berbunyi “Orang yang tidak mau belajar akan menua seperti sapi, dagingnya bertambah namun kebijaksanaannya tidak bertambah” (Thag 17.3. Ānandat­thera­gāthā). Menjadi pandai dan beredukasi baik dapat berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat terlebih dalam persaingan di dunia kerja modern, maka tidak heran lembaga pendidikan tinggi berlomba menawarkan program-program studi terbaiknya, termasuk Perguruan Tinggi Keagamaan.

Seperti dibahas diatas memang tidak memungkinkan membuka Universitas Keagamaan baik Buddhis maupun Khonghucu, tetapi masih memungkinkan untuk membuka berbagai Prodi baik ilmu agama maupun ilmu sekuler, yang mana bisa menjadi batu pijakan untuk naik tingkat dari Sekolah Tinggi Keagamaan ke Institut Keagamaan.

Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, Dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta (Permendikbud no.7/2020), masih memungkinkan bagi lembaga pendidikan tinggi (PT) yang bahkan masih berstatus Sekolah Tinggi (ST) untuk membuka program Doktoral S3 Pendidikan Keagamaan, program Magister S2 Keagamaan, ataupun program Sarjana S1 keagamaan/keilmuan lainnya. Syarat minimal yang dibutuhkan adalah (dalam Pasal 4 dan Pasal 24 Permendikbud no.7/2020, terkecuali ada Perpu lain yang mengatur):

  • Prodi S3 Doktoral: Minimal Prodi S2 Magister yang linier berakreditasi B / Baik Sekali; Minimal 5 Orang Dosen dengan komposisi minimal 2 Orang Guru Besar/Professor, dan 2 Orang Doktor S3 yang linier dengan Prodi tersebut dan berstatus dosen tetap.
  • Prodi S2 Magister: Minimal Prodi S1 Sarjana atau D4/Sarjana terapan yang linier berakreditasi B / Baik Sekali; Minimal 5 Orang Dosen dengan pendidikan Doktor S3 yang linier dengan Prodi tersebut dan berstatus dosen tetap.
  • Prodi S1 Sarjana: Minimal 5 Orang Dosen dengan pendidikan Magister S2 yang linier dengan Prodi tersebut dan berstatus dosen tetap.

Kesimpulannya adalah: Jika melihat animo 58% para netizen responden yang menginginkan linieritas pada survey di atas, sangat memungkinkan dan menguntungkan jika membangun prodi yang linier bertingkat S1, S2, sampai S3 bagi rencana jangka panjang keberlangsungan dan pembentukan Sumber Daya Manusia dalam lini Perguruan tinggi keagamaan (PTK) baik Buddhis maupun Konfusianis.

Logika sederhananya, jika sudah bisa mencetak lulusan yang linier sendiri sampai jenjang Doktor S3, maka ketergantungan terhadap lembaga pendidikan tinggi lain non keagamaan bisa dikurangi. Maka membuat satu program linier dari S1 sampai S3 sangat penting dan memiliki urgensi tinggi. Setelah lahir kader-kader S3 Buddhis atau Khonghucu dari almamater keagamaan sendiri, pasti lebih mudah membangun institut atau bahkan universitas untuk kedepannya.

Tetapi 38% animo responden yang ingin membuka banyak program studi (Prodi) sekuler non keagamaan juga perlu diperhatikan, artinya adalah mulai ada kebutuhan dari masyarakat akan adanya lembaga PTK yang juga penyelenggara pendidikan keilmuan IPTEK/sekuler. Maka PTK bisa mulai membuat sebagian prodi sekuler guna membangun SDM yang dibutuhkan masyarakat sambil mencicil-cicil kebutuhan 6 Prodi untuk naik tingkat menuju Institut Keagamaan.

Meski begitu, tetap urgensi utama sebaiknya membangun prodi Linier sampai S3, sambil membangun prodi-prodi S1 lainnya, kalau ini saja belum bisa tercapai, nampaknya terlalu muluk-muluk bicara membangun universitas keagamaan. Disamping itu usahakan untuk lebih menekankan kualitas lulusan ketimbang kuantitas lulusan, karena jika lulusan yang dihasilkan hanya sekedar asal lulus, tidak memiliki keahlian dalam studi yang mumpuni, dan tidak dibekali keilmuan penunjang yang cukup, maka hasilnya PTK tidak akan diminati karena lulusannya kurang berdaya saing.

Sebagaimana dikisahkan Sang Buddha, di masa lalu ada seorang Raja bernama Pacetana yang akan berperang, meminta ahli pembuat kereta membuat roda sepasang roda kereta untuk kereta perang raja. Roda pertama dibuat selama 5 Bulan 24 hari, dan roda kedua hanya selama 6 hari. Sekilas tidak ada beda keduanya secara visual, namun ketika dilakukan pengujian mutu keseimbangan (kalau sekarang mungkin disebut balancing roda), roda yang dibuat 5 bulan 24 hari menggelinding sampai berhenti dengan berdiri tegak, sedangkan roda 6 hari setelah digelindingkan berhenti dengan terhuyung-huyung jatuh oleng ke tanah (dalam AN3.15. Sacetana Sutta)

Kita tentu mengharapkan lulusan yang dihasilkan PTK seperti roda yang dikerjakan selama 5 bulan 24 hari, memiliki kualitas dan ketahanan yang baik, serta memiliki penguasaan keilmuan yang mumpuni sehingga layak menyandang predikat sebagai ahli agama. Maka PTK juga perlu memperhatikan output lulusannya, dan cara yang paling mudah adalah sering melakukan evaluasi kualitas para pengajar dan keaktivan mahasiswanya dalam perkuliahan secara vice versa. Karena gelar Magister atau Doktoral pada seorang dosen pendidik belum tentu menjadi jamiman akan kompetensi keilmuannya ataupun profesionalitas kinerjanya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Suttacentral.net (Online Legacy Version). 2015. Anguttara Nikaya. http://legacy.suttacentral.net/an. Diakses Juni 2022.

Suttacentral.net (Online Legacy Version). 2015. Theragatha. http://legacy.suttacentral.net/thag. Diakses Juni 2022.

MATAKIN. 2010. Su Si (Kitab Yang Empat). Jakarta. Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN).

Kementrian Agama RI. 2020. Peraturan Menteri Agama RI No.20 Tahun 2020 Tentang Perubahan Bentuk Perguruan Tinggi Keagamaan. https://bimaskristen.kemenag.go.id/prokum-88-pma-no-20-tahun-2020-tentang-perubahan-bentuk-perguruan-tinggi-keagamaan.html. Diakses Juni 2022.

Kementerian Pendidikan RI. 2020. Permendikbud No. 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta. https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Salinan%20PERMENDIKBUD%207%20TAHUN%202020%20FIX.pdf. Diakses Juni 2022.

Kementrian Agama RI. Peraturan Menteri Agama No.15 Tahun 2014 tentang Perubahan Bentuk Perguruan Tinggi Keagamaan. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/130853/peraturan-menag-no-15-tahun-2014. Diakses Juni 2022.

Butuh bantuan?