Makam Mpe Aseng Yang diduga Tuan Tanah Kapuk Jakarta Barat

Home » Artikel » Makam Mpe Aseng Yang diduga Tuan Tanah Kapuk Jakarta Barat

Dilihat

Dilihat : 86 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 29
  • 172
  • 49,511
Picture3-1 Makam

Oleh: Majaputera Karniawan, M.Pd. (Sia Wie Kiong 謝偉強)

Chief Editor Setangkaidupa.com – Komunitas Edukasi Kebijaksanaan Timur.

 

A. Toponimi Singkat Kapuk Jakarta Barat

Catatan Andries Teisseire (Dalam Staat der Partikuliere Landerijen di setiap Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie) pada pertengahan abad ke-19 menyebutkan “Ankee en Kapok” sebagai dua tanah partikelir yang berdekatan di ujung Kali Angke. Ankee dan Kapuk diperkirakan mulai beroperasi sekitar tahun 1750, saat industri gula Ommelanden (daerah luar sekitar Batavia, Jakarta Tempo Doeloe) mencoba pulih dari krisis akibat kekurangan kayu bakar. VOC juga membuka tanah partikelir lain pada masa itu untuk mendukung produksi gula, tanah dimiliki oleh tuan Sirardus Bartlo (wafat 1789). Tidak jelas apakah janda dari Bartlo, – Elisabeth Greving (wafat 1803)- melanjutkan usaha perkebunan dan penggilingan tebu, ia punya satu anak perempuan yang diberi nama Elisabeth Margaretha Bartlo (wafat 1801) Keberadaan penggilingan tebu (Suiker molen) di kedua tanah tersebut menunjukkan peran penting mereka di industri gula Ommelanden. (Dalam Setiawan & Suciady, 2022: 49-51).

Daerah kapuk sejak sebelum dibuka menjadi lahan partikelir oleh Belanda memang merupakan habitat pohon kapuk (Randu, Ceiba pentandra), dan sejak awal pembukaan sekitar tahun 1750, sebagian besar pohon kapuk tersebut ditebang untuk jadi kayu bakar dan diganti tanaman tebu untuk industri pabrik gula yang berkembang di sini, sebagian lagi dijadikan sawah-sawah, sebagian pohon kapuk dibiarkan untuk bahan pengisi kasur dan sebagian pepohonan kelapa, industri gula bertahan.setidaknya hingga 1869 ketika tuan Tan Tjoen Tiat (Landheer/tuan tanah, sebelumnya hanya Potchias/pengelola lahan) membeli kembali tanah tersebut dari Tan Tjoen Siang (ibid: 50-53).

 

B. Status Potchia (Pengelola Lahan) Bukan Tuan Tanah

Catatan yang dibuat oleh Mona Lohanda, di luar kota Batavia (Ommelanden) pada tahun 1710 terdapat 130 pabrik gula yang disewakan oleh 84 pengusaha sebagai pengelola, 79 di antaranya dikelola oleh orang Tionghoa. Mereka disebut para potchia atau pengelola pabrik gula yang disewakan, diwajibkan membayar pajak sewa kepada kapiten Cina sebagai pimpinan orang-orang tionghoa yang menjadi regulator lokal mewakili VOC. Sementara untuk warga pribumi, tahun 1715 Ommelanden diurus oleh seorang komisaris untuk urusan pribumi (De Commissaris tot en onder de Zaken van Inlanders), yang berfungsi untuk tetap berhubungan dengan para lurah (Wijkmeester?) yang tinggal di kampung-kampung. namun komisaris tersebut tidak bertanggung jawab atas warga Cina yang tinggal di wilayah yang sama (Lohanda, 1996: 24-25).

 

C. Bongpay ‘Mpe Aseng’

Bongpay berada di pekarangan belakang rumah warga, Jl. Kapuk Santri Gg. Haji Sehud RT012/RW03, Kel. Kapuk, Kec. Cengkareng, Jakarta Barat 11720. Menurut penjaga makam (Bang Udin) kuburan dalam tertimbun dan tidak sengaja diketemukan oleh buyut beliau (generasi ke5-6 di atas beliau).

Asal daerah dari distrik Kwai Shan/Gui Shan Xian歸善縣 (Di Indonesia setara kabupaten) saat ini sudah menjadi kota Huizhou 惠州市 China dan sekitarnya.

Nama beliau adalah tuan Kang Djin Boen (Kang ren wen 康仁文) dari bongpaynya mengaku seorang warganegara dinasti Qing 清.

Tarikh bongpay menunjukan era kaisar Khian Liong 乾隆 (menjabat 1736-1795) dengan angka tahun 戊x, ini bisa merujuk pada tahun 戊午1738戊辰/1748/戊寅1758/戊子1768/戊戌1778/戊申1788 Merujuk catatan Hoetink (“Bijdr. Tot Taal-, Land- En Volkenkd. van Ned.,” 1935:7).

Memiliki anak laki-laki 孝男 hanya saja nama terkubur di dalam tanah, selebihnya mungkin ada anak perempuan juga harus digali. Huruf merah menandakan area bongpay yang terkubur dan tidak terbaca jelas.

Gaya Makam: Tempurung kura-kura/ku khak bōng (龜殼墓 guī ké mù) ala Tiongkok Selatan (Zhejiang, Fujian, Guangdong). Pengambilan dokumentasi sudah melalui izin penjaga makam pada Minggu 22 Desember 2024.

 

D. Mitologi Nama ‘Poyakan’ Mpe Aseng dan Status Tuan Tanah Kapuk

Menurut wawancara dengan Bang Udin, tidak lama setelah makam ini dieskavasi, terjadi kerasukan/trance yang dialami warga sekitar, saat ditanya meminta kopi, rokok, dan air kelapa. Mengaku berasal dari makam tua tersebut dan bernama ‘Aseng’ (Nama gaul/poyakan). Sejak saat itu dikenal dengan nama Mpe Aseng, ada juga yang menyebutnya Tan Ha Seng meski nama sebenarnya beliau yang terpahat di Bongpay adalah Kang Djin Boen. Mengenai status sebagai tuan tanah adalah hipotesa dari warga sekitar selama turun temurun. Nama beliau pun tidak tercatat sebagai Luitenant maupun Kapitein Cina Batavia era 1619-1809 berdasarkan pahatan pada Bongpay dan arsip B Hoetink ‘CHINEESCHE OFFICIEREN TE BATAVIA ONDER DE COMPAGNIE’ (Dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1922) ditambah gaya makam kura-kura namun tidak begitu besar menunjukan statusnya bukan pejabat/cabang atas.

Ditambah pada tahun itu berdasarkan catatan Mona Lohanda (Ibid) belum ada sistem pemilikan lahan/Landheer, sayang beliau tidak membuka daftar nama Potchia. Sehingga dapat diduga besar kemungkinan beliau seorang Potchia (Pengelola Lahan) ataupun orang kepercayaan/orang yang bekerja pada Potchia, bukan tuan tanah. Meski begitu memerlukan penelitiaan lebih lanjut untuk mengupas siapa Tuan Kang Djin Boen康仁文ini sebenarnya, angka makam perlu dieskavasi untuk memutuskan tahun berapa beliau dibuatkan makam (antara 1738, 1748, 1758, 1768, 1778, atau 1788). Meski begitu, anggaplah makam ini di usia hipotesa termudanya maka didapati 2024-1788 = 236 tahun lamanya. Makam ini telah menjadi saksi bisu sejarah pembangunan daerah kapuk dari hutan pohon randu hingga menjadi pemukiman padat penduduk!

 

Daftar Pustaka
Hoetink. B (1935). CHINEESCHE OFFICIEREN TE BATAVIA ONDER DE COMPAGNIE’. In Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. https://doi.org/10.1007/978-94-015-3631-8
Lohanda, M. (1996). The Kapitan Cina of Batavia 1837-1942. The Kapitan Cina of Batavia 1837-1942, January, 1–320.
Setiawan, T., & Suciady, A. (2022). Toponimi Jakarta Barat. Suku Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Wawancara dengan Bang Udin (Penjaga Makam) pada 22 Des. 24.

 

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?