Kalama Sutta (AN 3.65), Khotbah Buddha yang selaras Metodologi IPTEK

Home » Uncategorized » Kalama Sutta (AN 3.65), Khotbah Buddha yang selaras Metodologi IPTEK

Dilihat

Dilihat : 875 Kali

Pengunjung

  • 0
  • 19
  • 75
  • 46,423
maret 3

Oleh: Pano Wijaya & Jery Manggala

  • Pendahuluan

Kalama Sutta merupakan sebuah khotbah Sang Buddha, tercantum pada Anguttara Nikaya kelompok ketiga. Sutta ini berisi tentang penerapan sikap ehipassiko seperti yang diajarkan sang Buddha di dalam menerima ajaran-Nya. Sang Buddha dalam sutta ini mengajarkan untuk “datang dan buktikan” ajaran-Nya, bukan “datang dan percaya”. Ajaran mengenai ehipassiko ini adalah salah satu ajaran yang penting dan yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lainnya. Kalama Sutta memberikan prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh pencari kebenaran dan berisikan standar yang digunakan untuk menilai segala sesuatu.

Kebebasan Berpikir dan Penyelidikan Kebebasan berpikir yang membuat agama Buddha paling menarik bagi banyak orang. Di dalam Kalama Sutta diceritakan bahwa Suku Kalama bingung oleh banyaknya ajaran, agama, maupun kepercayaan yang menyebar dan saling mengatakan bahwa agama, kepercayaan maupun ajaran mereka masing-masing yang terbaik dan paling benar. Isi sutta tersebut adalah sebagai berikut:

Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berkelana dengan diiringi Sangha para Bhikkhu yang besar jumlahnya. Beliau tiba di kota suku Kalama. Dikabarkan bahwa petapa Gotama, putra Sakya yang meninggalkan keluarga Sakya, telah tiba di kota Kesaputta. Ada laporan yang baik tentang Guru Gotama yang beredar demikian :“ Yang Terberkahi itu adalah Sang Arahat, yang telah sepenuhnya tercerahkan, yang terampil dalam perilaku benar dan pengetahuan benar, yang maha tinggi, pengenal dunia, pemimpin yang tak ada bandingnya bagi manusia yang harus dijinakkan, guru bagi para dewa dan manusia”. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di tengah, dan indah di akhir, dengan arti yang benar dan ungkapan yang benar; Beliau mengungkapkan kehidupan suci yang sepenuhnya lengkap murni.

Kemudian suku kalama dari Kesaputta menemui Sang Buddha, memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan menanyakan beberapa hal diantaranya yaitu menanyakan bahwa ada beberapa petapa dan Brahmana yang datang ke Kesaputta yang menyampaikan doktrin mereka sendiri, sambil menjelekan, merendahkan, mencaci, serta mencemarkan doktrin yang lain. Begitu pula dengan petapa dan Brahmana yang lainnya menyampaikan hal seperti itu. Lalu Sang Buddha menjawabnya dengan sebuah ajaran yang dapat disarikan menjadi instruksi-instruksi berikut ini:

Intruksi kepada suku kalama yang tercantum dalam Kalama Sutta:

  • Jangan begitu saja mengikuti apa yang telah diperoleh karena berulang kali didengar (anussava);
  • atau yang berdasarkan tradisi (paramparā);
  • atau yang berdasarkan desas-desus (itikirā);
  • atau yang ada di kitab suci (piṭaka-sampadāna);
  • atau yang berdasarkan dugaan (takka-hetu);
  • atau yang berdasarkan aksioma (naya-hetu);
  • atau yang berdasarkan penalaran yang tampaknya bagus (naya-hetu);
  • atau yang berdasarkan kecondongan ke arah dugaan yang telah dipertimbangkan berulang kali (diṭṭhi-nijjhān-akkh-antiyā);
  • atau yang kelihatannya berdasarkan kemampuan seseorang (bhabba-rūpatāya);
  • atau yang berdasarkan pertimbangan, ‘Bhikkhu itu adalah guru kita’ (samaṇo no garū).

  • Pesan yang terkandung:

Dari pembahasan Kalama Sutta mengajarkan kita ketika mendengar, melihat, membaca, menyaksikan jangan mudah percaya, tapi harus di teliti dimengerti, dipahami, dan di praktikkan sendiri, sampai kita tahu kalau ini memang mengarah pada hal baik dan memuaskan, lanjutkan, namun jika itu mengarah pada hal yang tidak baik dan menyebabkan penyesalan, maka tinggalkanlah. Jadilah orang yang tidak mudah tertipu dan hanyut. Sang Buddha tidak pernah memaksa suku Kalama untuk menjadi umat Buddha. Karena dengan itu keyakinan mereka akan lemah. Sang Buddha sengaja membiarkan suku Kalama mengerti sendiri dengan ajaran sang Buddha agar keyakinannya juga menjadi kuat.

Keyakinan dalam Buddhis bukanlah keyakinan yang membabi buta, melainkan keyakinan yang dilandasi pengertian benar. Jadi untuk dapat benar-benar yakin dengan dengan ajaran Sang Buddha, maka kita harus mengerti terlebih dahulu ajaran Buddhis. 

  • Konsep Penyelidikan Yang sesuai dengan Metodelogi IPTEK

Hubungan Metodologi ilmu pengetahuan dengan Kalama Sutta merupakan ilmu tentang cara bagaimana seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan atau jalan apa yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mendapatkan hasil pengetahuan yang benar secara baik dan efesien. Yang mana dapat di hubungkan dalam Kalama Sutta. Ajaran yang terdapat pada Kalama Sutta ialah: Jangan begitu saja mengikuti apa yang telah diperoleh karena berulang kali didengar (anussava); atau yang berdasarkan tradisi (paramparā); atau yang berdasarkan desas-desus (itikirā);

atau yang ada di kitab suci (piṭaka-sampadāna); atau yang berdasarkan dugaan (takka-hetu); atau yang berdasarkan aksioma (naya-hetu); atau yang berdasarkan penalaran yang tampaknya bagus (naya-hetu); atau yang berdasarkan kecondongan ke arah dugaan yang telah dipertimbangkan berulang kali (diṭṭhi-nijjhān-akkh-antiyā); atau yang kelihatannya berdasarkan kemampuan seseorang (bhabba-rūpatāya); atau yang berdasarkan pertimbangan, ‘Bhikkhu itu adalah guru kita’ (samaṇo no garū). Sang Buddha menyatakan kepada para warga Suku Kalama, apabila kalian sendiri mengetahui: ‘Hal-hal ini buruk; hal-hal ini salah; hal-hal ini dicela oleh para bijaksana; bila dilakukan dan dijalankan, hal-hal ini akan menuju pada keburukan dan kerugian’, tinggalkanlah hal-hal itu.

Kemudian sebaliknya, jika diketahui bahwa hal tersebut baik dan bermanfaat apabila dilakukan, maka kalian boleh mengamalkan dan melaksanakannya. Hal ini selaras dengan ilmu pengetahuan, dalam ilmu pengetahuan, sebuah hasil riset tidak akan disebarluaskan kepada publik sampai benar-benar menunjukkan aspek kebermanfaatannya. Kebermanfaatan diotentifikasi dengan riset mendalam, serta dengan metodologi riset yang tepat. Misalkan, jika dikatakan sebuah obat batuk bermanfaat bagi kesehataan (mengurangi intensitas batuk dan gejala pemicunya), maka aspek manfaat tersebut harus ditunjukkan melalui hasil riset mendalam terlebih dahulu. 

Kalama Sutta merupakan sebuah khotbah Sang Buddha yang tercantum di dalam Anguttara Nikaya dari Tipiṭaka, yang merupakan instruksi kepada suku Kalama. Sutta ini sering disebut oleh kalangan tradisi Theravada dan Mahayana sebagai “Piagam penyelidikan bebas” dari Buddha. Semangat sutta ini menunjukkan Ajaran yang bebas dari fanatisme, keyakinan membuta, dogmatisme, dan ketidakteraturan.

Selain itu, semangat yang terkandung dalam sutta ini adalah penerapan sikap ehipassiko seperti yang diajarkan Guru Buddha di dalam menerima ajaran-Nya. Guru Buddha mengajarkan untuk “datang dan buktikan” ajaran-Nya, bukan “datang dan percaya”. Ajaran mengenai ehipassiko ini adalah salah satu ajaran yang penting dan yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lainnya. Sehingga Kalama Sutta memberikan prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh pencari kebenaran dan berisikan standar yang digunakan untuk menilai segala sesuatu. 

 

  • REDAKSI MENYEDIAKAN RUANG SPONSOR (IKLAN) Rp 500.000,- PER 1 BULAN TAYANG. MARI BERIKLAN UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL SETANGKAIDUPA.COM
  • REDAKSI TURUT MEMBUKA BILA ADA PENULIS YANG BERKENAN BERKONTRIBUSI MENGIRIMKAN ARTIKEL BERTEMAKAN KEBIJAKSANAAN TIMUR (MINIMAL 800 KATA, SEMI ILMIAH)
  • SILAHKAN HUBUNGI: MAJA 089678975279 (Chief Editor)

 

Daftar Pustaka

Suttacentral.net (Legacy version). 2015. Aṅguttara Nikāya 3.65. Kesaputtiya. http://legacy.suttacentral.net/id/an3.65. Diakses Februari 2023.

Jo Priastana. 2017. Cakra Peradaban, Buddhadharma dan IPTEK. Hal 7. Jakarta. Yayasan Yasodhara Puteri.

Gambar: https://www.dailymirror.lk/opinion/Lessons-from-Kalama-Sutta/172-233231. Diakses Februari 2023.

 

error: Content is protected !!
Butuh bantuan?